Senin, 30 April 2018

Lawang Sewu, Sebuah Lorong Waktu (Part 4)


Kamis, 14 September 2017

Gedung E




     Sebuah plang bertuliskan “Perpustakaan” terlihat di depan pintu yang berada di samping gedung. Gedung E, begitu nama gedung ini disebut. Gedung E merupakan ruang perpustakaan yang tidak terlalu “perpus”. Namun entah kenapa saya merasa ruangan ini yang paling homie dari semua gedung di Lawang Sewu. Meski panas udara Semarang masih terasa sekali sih.


Perpustakaan adalah sebuah tempat yang library.

    Tidak banyak koleksi yang dipamerkan di ruangan ini. Di bagian ruangan yang paling besar, hanya ada beberapa tulisan mengenai informasi Lawang Sewu, rak penyimpanan blue print, puzzle bergambar Lawang Sewu dan kereta uap Ambarawa, dan lainnya lupa. Di depan pintu keluar, kalian bisa menemukan timbangan barang jadul yang sudah tidak terpakai. Timbangan seperti ini saya pernah melihat juga di Museum Kereta Api Ambarawa. Kalau jaman saiki, mungkin akan berguna bagi Tiki. Lalu Tiki menjawab, “Mungkin akan lebih berguna untuk kamu, Tika”. Ok. 





Monmaap, saya lupa ini apa. Soale keburu Mase ge-er karena saya motoin dia.


Puzzle. 





Timbangan barang
   
     Masuk ke bagian ruangan lain, terdapat satu meja besar beserta kursi-kursinya. Di dekatnya terpajang sebuah rak berisikan beberapa koran dan majalah dengan kearifan lokal, Panjebar Semangat. Tahu Panjebar Semangat kan? Yang pasti disini tidak ada buku anggota keluarga Thunder seharga rong yuta dengan bonus video call itu ya, adek-adek. Sepertinya memang ruangan ini ditujukan sebagai ruang baca. Kita bisa duduk-duduk sembari membaca majalah tersebut. Asyik ta? Cukup membaca majalah saja ya, karena kalau membaca nasib orang lain biar menjadi tugas Mbah Mijan. 



Bukan. Ini bukan Mbah Mijan.

     Tapi itu belum seberapa, karena ada yang lebih mengasyikkan. Saya melangkahkan kaki menuju pintu depan ruangan ini. Sejenak saya menikmati suasana halaman depan Lawang Sewu dan suara klakson yang saling bersautan di tengah kepadatan lalu lintas Jl. Pemuda, Semarang dari teras. Ya… gedung ini memiliki teras dengan satu set meja dan kursi rotan. Berasa di rumah sendiri ta? Tinggal kopi dan tahu petis saja yang belum ada. Mungkin teras ini kalau malam dipakai para meneer dan mevrouw untuk santai sembari streaming Karma. Barangkali mereka rindu Roy Kiyoshi.


Quw maw ketawa, boleh? (Source: Youtube DMI Videos)

     Ruang ini menjadi spot terakhir yang kami kunjungi di Lawang Sewu. Saya pamit dari Lawang Sewu dengan segenap rasa penasaran akan ruang bawah tanah, “loteng”, dan suasana Lawang Sewu kala malam hari (sok berani wanjeerrr!). Ah! Saya bahagia, akhirnya cerita Lawang Sewu bisa saya tuntaskan. Monmaap jika postingan ini berakhir seperti bawang goreng Mie Sedap. Kriuk!

Tak kasih bonus dikit deh...





Maturnuwun, Lawang Sewu!
Semoga dan berharap bisa kembali.
Ketjoep!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar